Istana Maimun |
Maimun didominasi warna kuning, Melayu yang khas. Istana Maimoon dibangun di atas lahan seluas 2772 m persegi di pusat kerajaan Deli, sekarang Jalan Brigjen Katamso, Medan. Istana Maimon menjadi pilihan tempat Wisata Karena keindahan dan Kemegahan yang di bangun pada Jaman Dahulu.
Istana Maimun terdiri dari dua lantai terbagi dalam tiga bagian, bangunan utama, sayap kiri sayap dan kanan. Di depan, sekitar 100 meter, berdiri Masjid Al-Maksum dikenal sebagai Masjid Raya Medan. Di ruang tamu (ruang utama), Anda akan menghadapi takhta yang didominasi oleh warna kuning. Kristal lampu di atas takhta itu, bentuk pengaruh budaya Eropa. Efek yang sama muncul di pengadilan furnitur seperti kursi, meja, toilet dan lemari dan pintu, yang mengarah ke aula. Ruangan seluas 412 meter persegi digunakan untuk agenda penobatan Sultan Deli atau tradisional. Hall juga digunakan sebagai tempat Sultan menerima pujian dari kerabat dan keluarga di hari libur Islam.
Singgasana Sultan Maion
Meriam puntung.
Bagi para pengunjung yang datang ke istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam puntung.
meriam puntung.
Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.
sumber : helmitamb.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar